Musik itu Universal sekaligus
Individual
Musik dapat dikategorikan
universal, tidak memandang orang dari mana, tidak memandang pendidikan, tidak
memandang kedudukan, tidak juga memandang pemahaman orang tentang musik itu
sendiri. Dia lintas batas, lintas usia, kemana saja dia suka, dia datang. Tidak
dapat kita bendung. Tidak dapat kita klaim jadi milik kita sendiri. Contoh
kecil, ende “Ise do Ale-alenta” yg sudah sangat lama dipakai sebagai nyanyian
pada kebaktian2 di gereja ataupun penghiburan bagi orang yg berduka. Tapi di
penghujung tahun 1998 saat negeri ini dilanda krisis, lagu tersebut digubah
menjadi “Ku lihat Ibu Pertiwi” dan menjadi lagu Nasional di kala itu, yg tujuan
penggubahnya mungkin untuk membangkitkan semangat Bangsa dari keterpurukan
ekonomi. Sudah barang tentu lagu itu menjadi universal, tanpa ada penyekat di
antara manusia yg mendengarkannya.
Di sisi lain, musik itu sangatlah
individual. Enak dan atau bagus menurut seseorang belum tentu sama halnya
dengan orang lain. Misalnya. Musik classic karangan musikus2 terkenal sangat
dinikmati oleh sebagian orang, tetapi sebagian besar lainnya tidak dapat
menikmatinya. Hal ini terjadi bukan disebabkan oleh ilmu atau pengetahuan
tentang musik itu sendiri, tetapi lebih pada pengertian bahwa musik itu
sifatnya individual.
Musik berkwalitas atau musik yang
benar-benar yang sebenarnya adalah relative. Tidak ada satupun mengklaim bahwa
musik yg dipahaminyalah yang paling benar, dan musik yang dipahami orang lain
adalah salah. Dalam hal bernyanyi misalnya, si juara festival belum tentu
merajai panggung nyanyi atau katakanlah belum tentu jadi artis. Juri menilai
seara teoritis, tetapi secara universal penilaian itu tidak serta merta menjadi
kebenaran. Pada akhirnya public (yg universal) itulah yg menjadi penentu nilai
atau kwalitas seorang penyanyi tersebut.
Jika dianalogikan, pemusik
teoritis bagaikan fotokopi, apa yg tertulis di buku itulah yg keluar (output)
tanpa improvisasi, sedangkan pemusik yg otodidak bagaikan tulisan tangan, apa
yg tertulis di buku, tidak semuanya persis seperti isi buku itu yg keluar
(output) banyak improvisasi. Telinga yg mendengar tdk peduli dengan teori
apakah itu mayor, minor, diminished, aughmented atau apalah istilah2 akord
dalam teori musik, telinga akan nyaman jika musik itu enak didengar.
Semakin tinggi ilmu pengetahuan
atau pemahaman tentang musik bisa menimbulkan adanya sekat-sekat dalam dirinya,
bahwa musik yg dibawakan orang lain tidak sesuai dengan mutu yg dia harapkan
bahkan bisa mengarahkan seseorang untuk menyalahkan seorang yg lain dengan
berbagai argumentasi tentang teori musik.
Sederhananya, para pendengar
musik yg awam teori musik, pendapatnya hanya dua yaitu musiknya enak dan
musiknya tidak enak. Para awam ini tidak akan
menyalahkan musik yg tidak enak didengarnya, dan tidak terlalu menyanjung musik
yg enak didengarnya.
Syaloom......... Horas!
Darmin Sianturi
1 comments:
commentsmantaapp, mampir diwarung kita juga ya jasa sablon gelas plastik bandung
Reply